Edited by TSI Bank Sarimadu

Banjir Dana Tax Amnesty, Dolar AS Bisa Turun ke Rp 12.700

Jakarta. Detik.com. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan menguat tajam jika dana tax amnesty mengalir deras. Bisa saja, dolar AS tertekan hingga Rp 12.700.

Demikian dikatakan Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual kepada detikFinance, Jumat (2/9/2016).

"Bisa saja sampai Rp 12.700. Bahkan kalau target tax amnesty Rp 1.000 triliun masuk, bisa balik lagi ke Rp 8.000-9.000, karena itu kan di-lock 3 tahun, kita banjir dolar," jelas dia.

Meski demikian, ujar David, penguatan rupiah yang terlalu tajam akan memukul angka ekspor. Produk-produk ekspor Indonesia akan menjadi lebih mahal sehingga kalah bersaing di pasar internasional.

Menurut David, posisi ideal dolar AS paling tidak ada di kisaran Rp 13.000. Agar rupiah tidak terlalu menguat saat aliran dana tax amnesty masuk, sebaiknya bisa disimpan sebagai cadangan devisa (cadev). Cadev akan disimpan untuk mengawal rupiah saat terjadi volatile di pasar keuangan.

"Kalau Rp 12.700, di bawah itu, daya saing produk ekspor kita kurang baik, tapi kalau masih Rp 13.000, ekspor kita masih bersaing. Kalau banjir dana tax amnesty lebih baik jadi cadev," katanya.

David menyebutkan, dari awal tahun hingga saat ini (year to date), aliran dana asing masuk di pasar keuangan mencapai Rp 160 triliun. Ini menjadi salah satu faktor rupiah menguat.

Namun, di sisi lain, perlu diwaspadai gejolak eksternal, utamanya rencana kenaikan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Sejak akhir pekan lalu, penguatan rupiah terganjal oleh sinyal kenaikan Fed Fund Rate (FRR) tersebut. Ini perlu diwaspadai ke depan.

"Sejak akhir minggu lalu ada indikasi Fed naikin suku bunga, penguatan rupiah terganjal itu, makanya rupiah sempat volatile, kecenderungan melemah. Sekarang rupiah sedikit menguat, karena ada deflasi, survei manufaktur meningkat, pengaruh tax amnesty juga, digadang-gadang ada 20 pengusaha besar belum ikuttax amnesty, ini akan mendorong kenaikan aset rupiah, saham, obligasi," pungkasnya.

 

(drk/ang)