Edited by TSI Bank Sarimadu

Waspada, puncak NPL perbankan terjadi semester II

JAKARTA. Kontan.co.id. Tim ekonom Mandiri Sekuritas dan Bank Mandiri mengingatkan kredit bermasalah atawa non performing loan (NPL) perbankan akan mendekati puncak dalam waktu dekat ini. Hal ini patut menjadi catatan bagi para pelaku di industri perbankan Tanah Air.

Tjandra Lienandjaja, Equity Research Mandiri Sekuritas menyebutkan, berdasarkan analisisnya, puncak NPL diperkirakan akan terjadi menjelang akhir tahun. "Puncaknya kemungkinan akan terjadi di kuartal ketiga dan keempat," tutur Tjandra, akhir pekan lalu (9/9).

Hingga akhir Juni 2016, NPL perbankan menunjukkan peningkatan 20 basis poin (bps) menjadi 2,9%, dari posisi Maret 2016 di level 2,7%. Catatan Thandra memperlihatkan, kredit yang masuk dalam katagori kolektabilitas perhatian khusus (special mention loan) turun dari semula 5,6% menjadi 5,2%.

Penurunan special mention loan tersebut terjadi karena perpindahan status menjadi kredit bermasalah. Adapun sektor yang menjadi penyumbang kredit macet terbesar di tahun 2016 utamanya dari sektor pertambangan, manufaktur serta logam.

Rasio kredit bermasalah tambang batubara serta minyak dan gas (migas) bahkan sudah mencapai 6,3% per akhir Juni 2016. "Industri logam dipengaruhi persaingan produksi dari China," imbuh Tjandra.

Sementara, rasio NPL di sektor transportasi dan telekomunikasi juga terbilang cukup tinggi yakni sebesar 5,5%. Demi menekan kredit bermasalah, PT Bank CIMB Niaga Tbk menyatakan telah menerapkan sejumlah strategi.

Strategi yang diterapkan bank ini antara lain melalui proses restrukturisasi dan penjualan jaminan.

Direktur Keuangan Bank CIMB Niaga Wan Razly Abdullah menjelaskan, pihaknya juga akan meningkatkan standar underwriting dan kredit modal kerja guna menjaga kualitas aset.

"Kami juga melakukan stress test minimal enam bulan sekali, dengan memperhitungkan pelemahan rupiah dan dampak situasi lain seperti BI rate, tingkat inflasi dan pelemahan harga komoditas," jelas Wan Razly.

Rasio kredit bermasalah bank milik investor Malaysia tersebut pada tahun ini diperkirakan masih berada di kisaran 3% hingga 4%.

"Kami juga melakukan pemantauan lebih ketat terhadap sektor yang berisiko," ujar Wan Razly. Dalam riset yang dirilis 6 September 2016 lalu, Tjandra menyebut, CIMB Niaga hingga Juni 2016 mampu menurunkan rasio NPL menjadi 4% dari posisi Juni tahun lalu yang mencapai 4,4%.

CIMB Niaga, tulis Tjandra dalam risetnya, telah menjual utang buruk di sektor tambang kepada induk usahanya. Sehingga, NPL pertambangan CIMB yang pernah mencapai 43,7%, per Juni 2016 tinggal tersisa 2,4%. Mengingat kredit bermasalah yang masih tinggi, menyebabkan biaya kredit (cost of credit) CIMB Niaga pun menjadi sedikit meningkat.

Bila semula ada di kisaran 1%, per Juni 2016 cost of credit bank ini sebesar 2,8%. Namun, ongkos ini turun dari akhir tahun lalu yang sebesar 3%.

Sementara, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) menyatakan proyeksi kredit bermasalah masih sesuai prediksi. Demikian juga dengan pertumbuhan kredit yang ditargetkan meningkat sebesar 18% dari akhir tahun 2015.

"NPL kami targetkan terjaga di 2,99% pada akhir tahun," kata Direktur Keuangan BTN, Iman Nugroho Soeko, pekan lalu. Terjaganya rasio NPL diharapkan dapat meringankan porsi beban pencadangan.


 
 
 
Reporter Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang, Yuwono Triatmodjo 
Editor Barratut Taqiyyah